Malang, lingkarmedia.com- DPRD Kota Malang melalui Rapat Paripurna secara resmi mengesahkan perubahan nama sekaligus peran perseroan PT BPR tugu Artha yang kini resmi menjadi Bank Perekonomian Rakyat Tugu Artha Sejahtera. Perubahan nomenklatur ini dipandang sebagai langkah strategis untuk memperluas layanan, memperbesar ruang gerak, serta mendorong inklusi keuangan di tengah masyarakat Kamis 14/8/2025
Wakil Wali Kota Malang, Ali Muthohirin, menegaskan bahwa perubahan nomenklatur ini selaras dengan regulasi perbankan nasional, yang mengganti istilah Bank Perkreditan Rakyat menjadi Bank Perekonomian Rakyat.
“Hari ini kita memutuskan Ranperda BPR untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Harapannya, ke depan kinerja perseroan akan semakin baik. Perubahan ini juga memberi ruang yang lebih luas bagi pengelolaan keuangan dan layanan,” jelasnya.
Ali mengungkapkan, penyertaan modal bagi BPR telah diatur dalam perda tersendiri yang dibahas sebelumnya. Ia juga membuka peluang bagi aparatur sipil negara (ASN) maupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) menjadi nasabah, bahkan menjadikan BPR sebagai alternatif penggajian seperti yang telah diterapkan di beberapa daerah.
“Selama ini nasabah mayoritas berasal dari pelaku UMKM. Ke depan, kita akan konsultasikan opsi ASN P3K menjadi bagian dari BPR,” tambah sam Ali
Ali merinci tiga poin utama perubahan ini, yakni memiliki makna lebih luas dan relevan, harmonisasi regulasi, dan Landasan perluasan usaha.
“Perubahan dari Bank Perkreditan Rakyat menjadi Bank Perekonomian Rakyat bukan sekadar pergantian nama. Langkah ini menjadi simbol penguatan peran, perluasan fungsi, serta komitmen membangun perekonomian rakyat secara inklusif dan berkelanjutan,” pungkasnya.
Sementara itu Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita, mengapresiasi kinerja BPR Tugu Artha Sejahtera selama ini. Namun, ia menekankan perlunya dukungan kebijakan agar bank mampu mengembangkan basis nasabah secara optimal.
“Kalau tidak kita bantu memfasilitasi kebijakan, mereka akan struggle mencari konsumen. Selama ini persepsi umum tentang BPR masih sempit, seolah hanya tempat mengajukan kredit. Padahal secara prinsip, BPR adalah bagian dari perbankan dengan peran yang jauh lebih luas,” ujarnya.
Bahkan Saat di singgung mengenai pembahasan plastik sekali pakai, Amitya mendukung dan memberikan penjelasan.
Menurutnya, persoalan plastik tidak hanya menjadi masalah Kota Malang, tetapi juga isu nasional karena sifatnya yang sulit terurai serta berpotensi mencemari sungai, laut, dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
“Kota Malang dulu sempat ketat, tapi sekarang mulai longgar. Kebijakan ini harus ditegakkan kembali supaya produksi plastik berlebihan bisa ditekan. Kita juga bisa belajar dari daerah lain seperti Jakarta dan Bali yang sudah menerapkan aturan tersebut,” ujarnya.
Mia menilai langkah awal yang perlu dilakukan adalah memperkuat edukasi dan sosialisasi agar masyarakat terbiasa membawa tas belanja sendiri. Bahkan, ia mengaku selalu membawa tas lipat setiap berbelanja.
“DPRD Kota Malang sebelumnya sudah menggunakan water jug atau teko isi ulang, dan kini masih tersedia dispenser. Nanti akan kami evaluasi lagi untuk mengurangi sampah plastik,” terangnya.
Ke depan, DPRD Kota Malang berencana mendorong aturan yang lebih tegas soal pembatasan plastik sekali pakai, termasuk mengganti bahan plastik dengan alternatif ramah lingkungan.
“Kami berharap hal ini nantinya bisa berjalan konsisten di semua wilayah Kota Malang, sehingga budaya penggunaan plastik sekali pakai bisa benar-benar ditekan,” pungkasnya
(Yan/Putra)