Kabupaten Kendal, lingkarmedia.com – Alumni SMAN 1 Kendal angkatan 1985 (Delima) menyelenggarakan kegiatan promosi Desa Wisata di Kabupaten Kendal. Acara itu dikemas dalam bentuk diskusi dan fun walk di Desa Wisata Pakis Kecamatan Limbangan Kabupaten Kendal, belum lama ini.

Kegiatan tersebut menjadi moment untuk mempromosikan salah satu destinasi wisata yang terletak antara Limbangan-Bandungan Semarang yakni Lembah Nirwana. Destinasi wisata ini menarik sebagai alternatif wisata keluarga, dengan fasilitas resort, kolam renang, arena joging track dan tempat lesehan untuk kuliner.

Diskusi yang menghadirkan para alumni SMA N 1 Kendal dari berbagai latar belakang keilmuan ini mengungkap berbagai persoalan yang dihadapi desa wisata di Kabupaten Kendal, khususnya pengembangan dari sisi kebijakan dan tata kelolanya.

Isu wisata ini menyita perhatian akademisi Dr. Muchamad Zaenuri, M.Si., Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), yang sekaligus Alumni SMA Negeri 1 Kendal lulus 1985, dan juga pernah menjadi Anggota Dewan Riset Daerah (DRD) Kabupaten Kendal Periode 2017-2022 .

Dalam pemaparannya, Zaenuri menyampaikan perspektif nya sebagai salah satu panelis dalam melihat desa wisata. “Pentingnya peran serta masyarakat yang diwadahi dalam komunitas yang kuat, adaptif terhadap perubahan dan kolaboratif dengan berbagai stakeholder; merupakan kunci keberhasilan pengembangan desa wisata”.

Acara diskusi sendiri diawali dengan acara jalan santai, menyusuri lembah lingkungan Pegunungan Medini, dengan title “Delima Fun Walk” di Lembah Nirwana Limbangan.

Zaenuri melanjutkan, bahwa gagasan pengembangan desa wisata sebagai penopang pariwisata daerah bukan merupakan barang baru. Namun, setiap daerah mempunyai problema yang berbeda-beda. Menurutnya, daerah Kendal mempunyai potensi alam cukup bagus, pantai sekaligus gunung dan didukung oleh partisipasi masyarakat yang tinggi menjadi modal utama dalam pengembangan desa wisata. Keberadaan desa wisata saat ini menjadi partner dari pemerintah dalam meningkatkan pelayanan untuk memuaskan wisatawan.

“Kebijakan pemerintah daerah tentang desa wisata tentu berbeda dengan destinasi wisata lainnya, desa wisata tumbuh dan berkembang karena kepedulian dan antusiasme masyarakat yang sadar akan keberadaan pariwisata, oleh karena itu kebijakan yang berbasis komunitas harus dikedepankan. Pemerintah lebih banyak berperan sebagai fasilitator dan dinamisator dalam pengembangan desa wisata. Pemerintah daerah lebih banyak memberikan “kail” daripada “ikannya”, artinya berikan berbagai program yang berbasiskan pemberdayaan, jadikan masyarakat sebagai subyek dalam pelayanan maupun inovasi pengembangan keunikannya. Jangan diberi bantuan yang sifatnya instant tetapi lebih pada stimulan untuk dapat menuju kemandirian,” ujar Zaenuri.

Disamping dari segi kebijakan, tidak kalah pentingnya juga dalam hal tata kelola. Desa wisata sebagai entitas kecil yang ada di desa tentu saja rentan terhadap perubahan dan gejolak yang terjadi. Dalam hal ini pendekatan tata kelola adaptif patut untuk dijadikan pegangan bagi pengelola desa wisata. Pengelola desa wisata harus cermat dalam mengidentifikasi perubahan apa yang terjadi, bagaimana perilaku wisatawan, tuntutan akan kualitas pelayanan dan eksplore keunikan menjadi kekuatan tersendiri.

Menanggapi perkembangan tersebut, Zaenuri sebagai orang kelahiran Kendal asli, mengingatkan pentingnya pemerintah untuk bersikap adaptif  dan mengedepankan strategi yang responsif terhadap perkembangan terkini.

Disamping adaptif, Zaenuri juga mendorong penerapan pendekatan tata kelola kolaboratif (collaborative governance) dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan desa wisata. Hal ini dikemukakan seiring dengan adanya program efisiensi dari pemerintah, keterlibatan stakeholder non pemerintah menjadi alternatif dalam pengembangan desa wisata. Desa wisata didorong agar mampu melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak. Dengan pihak swasta tentu yang paling utama, dengan kekuatan modal investasinya pihak swasta diberi keyakinan untuk berkiprah di industri pariwisata.

Dunia akademik atau perguruan tinggi juga punya potensi melalui program penelitian dan pengabdian masyarakat yang berbasiskan komunitas. Demikian juga stakeholder lain seperti media tidak kalah pentingnya untuk mendukung promosi desa wisata.

Sementara itu, panelis lain Ir. Fajril Lubab menyoroti pentingnya pembangunan infrastruktur terutama jalan-jalan menuju destinasi wisata serta infrastruktur bangunan yang benar-benar memperhitungkan keamanan, kenyamanan dan bangunan yang ramah terhadap lansia dan anak-anak. “Apabila jalannya bagus, nyaman, akan menambah hasrat orang untuk berwisata”, ungkapnya.

Selain infrastruktur yang bagus, yang tidak kalah pentingnya adalah fungsi-fungsi pelayanan yang langsung bersentuhan dengan wisatawan. Para wisatawan harus dibuat puas dari segi prasarana fisik maupun ketersediaan SDM pariwisata yang ramah.

Pada kesempatan berbeda, Adi Wahyono, alumni yang memiliki pengalaman dalam komunikasi publik menekankan pentingnya promosi yang menggabungkan berbagai media, antara media komunikasi massa, seperti radio, tv, koran; media transisional dan media on line, juga kalah pentingnya adalah media luar ruang seperti baliho, spanduk.

“Apalagi kalau ada even-even khusus”. Media Sosial saat ini juga sangat strategis sebagai media promosi, seperti Face Book, Instagram maupun you tube. “Apalagi struktur penduduk usia muda sangat besar di Kendal sebagai generasi milenilal yg selalu membawa smart phone, sebagai sarana komunikasi yang harus mendapat perhatian, baik bagi stakeholders pemerintah daerah maupun para pengelola tempat-tempat wisata”, ujar Adi Wahyono.

(Sam)

By admin